Ketekunan dan Semangat Belajar Mampu Ubah Hobi Jadi Sumber Penghidupan
- 29 July 2025 14:14
- Heri S
- Umum,
- 46
Tubankab – Dari dapur rumah sederhana di Desa Lerankulon, Kecamatan Palang, Ratnawati (40), pemilik UMKM Ratna Bakery, membuktikan bahwa ketekunan dan semangat belajar mampu mengubah hobi menjadi sumber penghidupan yang menjanjikan.
Usaha yang dirintisnya sejak 2015 ini kini telah memasuki usia satu dekade dan terus berkembang di tengah persaingan kuliner yang semakin ketat. Kisahnya menjadi salah satu sorotan dalam program Sapa UMKM Pradya Suara Tuban, yang mengangkat perjalanan pelaku usaha kecil di Kabupaten Tuban.
Memulai usaha bukanlah hal mudah bagi Ratna—sapaan akrabnya. Ia mengenang masa awalnya berjualan dengan menitipkan roti buatan tangan ke warung-warung sekitar desanya. “Setelah menikah, saya belum punya pekerjaan. Saya ingin membantu suami menambah penghasilan keluarga. Karena sejak kecil hobi memasak, saya akhirnya mencoba berjualan roti,” ujarnya kepada reporter LPPL Pradya Suara Tuban, Senin (28/07).
Seiring berjalannya waktu, Ratna Bakery mulai dikenal berkat beragam produk andalannya, mulai dari roti bagelen, roti gulung yang menjadi best seller, hingga camilan khas desa seperti kemplang daun. “Harganya terjangkau, rasanya mantap, teksturnya lembut dan super gemoy,” tuturnya sambil tersenyum.
Menariknya, beberapa pelanggannya yang berprofesi sebagai nelayan kerap meminta agar kue buatannya dapat bertahan lebih lama. Alasannya, kue-kue tersebut sering dibawa sebagai bekal ketika mereka melaut hingga satu bulan lamanya. Namun, tanpa penggunaan bahan pengawet, produk Ratna Bakery hanya mampu bertahan sekitar satu minggu. Ratnawati berharap dapat menemukan inovasi baru yang memungkinkan produknya memiliki daya simpan lebih lama tanpa mengorbankan kualitas alami yang sudah menjadi ciri khasnya.
Meski kini usahanya semakin dikenal, perjalanan menuju titik ini tidak datang secara instan. Ratna mengaku menempuh jalan panjang untuk belajar keterampilan membuat roti sebelum akhirnya membuka usaha sendiri. Ia rutin mengikuti kursus baking berbayar, jauh sebelum materi belajar mudah diakses secara daring seperti sekarang. “Saya jarang mengandalkan internet, lebih sering ikut kelas langsung agar bisa langsung mempraktikkan ilmunya,” jelasnya.
Berbekal ilmu yang didapat, ia memasarkan produknya dengan strategi sederhana: berjualan di pasar lokal, melayani pesanan, memanfaatkan media daring, serta menitipkan di beberapa supermarket terdekat.
Menurutnya, musim hajatan adalah masa paling sibuk karena jumlah pesanan meningkat tajam, bahkan kerap membuat timnya kewalahan. Meski pendapatannya kini terbilang menjanjikan, Ratnawati menegaskan bahwa keberhasilan yang diraih adalah hasil kerja bertahap dan konsistensi usaha yang tidak pernah berhenti.
Selain itu, meski Ratna Bakery telah mengantongi izin PIRT, sertifikasi halal, dan lulus uji laboratorium, tantangan terbesar yang masih dihadapinya adalah memperluas jangkauan pemasaran hingga ke luar daerah. “Yang penting usaha ini tetap berjalan setiap hari, walaupun berkembang perlahan. Saya tidak ingin hanya viral sebentar lalu hilang begitu saja,” ujarnya.
Ke depan, ia berharap dapat menambah karyawan serta memiliki kendaraan khusus untuk pengiriman, agar produknya bisa menjangkau lebih banyak pelanggan. “Yang penting terus semangat dan jangan cepat menyerah. Kalau ada niat dan mau belajar, usaha sekecil apa pun bisa membawa berkah,” pesannya.
Perjalanan Ratnawati menjadi bukti bahwa modal utama seorang pelaku UMKM bukan hanya uang, tetapi juga tekad, keterampilan, dan konsistensi. Di tengah persaingan dan tantangan pemasaran, semangatnya menunjukkan bahwa usaha yang tumbuh pelan tapi pasti mampu bertahan hingga satu dekade dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. (yavid rp/hei)