Foto :  Pengurus permadani Tuban saat dialog. ( yeni)

Permadani Tuban Konsisten Jaga Kearifan Lokal di Era Modern

  • 30 October 2025 23:12
  • Heri S
  • Umum,
  • 21

Tubankab-Tubankab-Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang perlahan-lahan menggerus nilai-nilai tradisi, Persaudaraan Masyarakat Budaya Nasional Indonesia (Permadani) KabupatenTuban terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga kearifan lokal. Organisasi ini konsisten menggelar Pawiyatan Panatacara Tuwin Pamedhar Sabda (pelatihan/pendidikan pembawa acara dan pidato menggunakan bahasa Jawa) pada setiap tahunnya.

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Permadani Tuban, Indah Sri Hari Peni, menyampaikan bahwa kegiatan pawiyatan digelar sebagai wujud salah satu upaya pelestarian budaya khususnya budaya Jawa. Hal ini, bukan berarti menolak kemajuan zaman, tetapi sebagai wujud nyata pelestarian tradisi dan refleksi budaya Jawa di era modern.

Indah, sapaannya, menegaskan bahwa menjaga kebudayaan dan tradisi merupakan tugas bersama. Langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab moral untuk menjaga jati diri bangsa.

Berdasarkan penuturannya, pembelajaran panatacara tuwin pamedhar sabda ini tidak hanya dimaksudkan untuk mencetak pembawa acara / Master of Ceremony (MC) yang pakem dan paham terhadap budaya. Lebih dari itu, supaya budaya tetap lestari dan ngrembaka (berkembang). 

“MC sebagai salah satu ujung tombak atau aset yang bisa menularkan budaya kepada masyarakat,” tandasnya pada dialog interaktif di Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Radio Pradya Suara Tuban, Kamis (30/10).

Untuk itu, Indah berharap Permadani bisa bersinergi dan berkolaborasi dengan pemerintah, misalnya dengan dunia pendidikan supaya bisa masuk kurikuler di sekolah. Di samping itu, melalui kegiatan yang bisa membangkitkan dan menggugah masyarakat, contohnya melalui festival budaya.

“Semuanya harus menjaga, karena budaya merupakan identitas bangsa. Jangan sampai terlindas budaya luar. Harapannya, bisa bersinergi dengan pemerintah dan pihak-pihak lainnya supaya kiprahnya lebih luas lagi,” asanya.

Indah menambahkan siswa Permadani Tuban terdiri dari berbagai jenjang usia dan lintas profesi, mulai dari siswa usia Sekolah Dasar (SD) hingga dewasa dan lanjut usia. Dengan pembelajaran 100 jam pelajaran, pelatihannya dapat ditempuh kurang lebih selama enam hingga tujuh bulan lengkap dengan kegiatan wisata budaya.

Lebih lanjut, para siswa diberikan materi tentang kebudayaan Jawa seperti seni berbusana Jawa, padhuwungan (keris), dan sastra (bahasa) Jawa. Materi lainnya adalah adat Jawa (mulai kelahiran, pernikahan, sampai kematian), budi pekerti dan tata krama, renggeping wicara, serta muatan lokal.

“Hingga saat ini, sudah banyak alumni Permadani Tuban yang berkiprah di masyarakat. Ikut nguri-uri budaya Jawa,” ucapnya.

Pascapawiyatan, lanjut Indah, pihaknya juga membentuk kerukunan antarsiswa melalui paguyuban bregada (angkatan). Diharapkan, mereka juga senantiasa mengamalkan nilai-nilai Triniti Yogya dan Tri Rukun (rukun rasa, bandha, bala), memberi manfaat kepada lingkungan sekitar, serta saling menguatkan dan aktif menghidupkan organisasi kebudayaan ini.

Pada kesempatan tersebut, Nanang Ferianto atau yang lebih dikenal dengan Nanang Cakra Ningrat mengungkapkan pentingnya menguatkan niat dalam menjaga kelestarian budaya Jawa, terutama bagi para pendidik yang juga sekaligus menjadi pelaku budaya. Apabila masyarakat terutama generasi muda teredukasi dengan baik, tentu akan bisa tertarik dengan budaya. 

“Niatnya harus dikuatkan. Pengenalan budaya bisa dikemas semenarik mungkin, supaya generasi muda tertarik. Misalnya pengenalan batik, mulai dari jenis, motif, dan filosofinya,” urainya.

Menurut MC yang juga seorang Chief Executive Officer (CEO) Cakra Ningrat Management ini, dalam mempelajari atau mengajarkan budaya, seyogyanya tetap berpegang pada pola atau aturan dasar (pakem). Hal ini dilakukan dengan tanpa meninggalkan muatan lokalnya.

“Yang pakem tetap kita pegang, tetapi muatan lokal juga tidak kita tinggal dan tetap kita jaga. Intinya, kita harus bisa memposisikan diri,” katanya.

Selanjutnya, Kepala Bidang Seni Budaya DPD Permadani Tuban ini mewanti-wanti khususnya pada generasi muda agar senantiasa mencintai dan  mengembangkan budaya sendiri. Jangan sampai membanggakan kebudayaan asing tanpa mengenal, mengerti, dan mencintai budaya sendiri. Karena kalau  berbudaya, beradat, dan berkesenian sesuai dengan jati diri sendiri, maka itu menunjukkan jati diri yang asli. 

“Bahwasanya, kita bisa dihargai dan dinilai seseorang sesuai dengan jati diri pribadi, tidak mencontoh, murni keluar dari diri sendiri. Artinya, seni kebudayaan milik bangsa Indonesia, khususnya Jawa. Berbanggalah. Jangan berkecil hati dan jangan malu dengan adat tradisi budaya,” pesannya.

Dalam kesempatan dialog interaktif tersebut, keduanya juga banyak menjelaskan tentang pakem adat tradisi budaya Jawa, khususnya pada pernikahan. (yeni dh/hei)

comments powered by Disqus