Foto : Salah satu aktivitas Kalapijar. (dadang)

Dari Dusun Cungkup, Semangat Kebangkitan Itu Bernama Kalapijar

  • 20 May 2025 10:09
  • Heri S
  • Umum,
  • 32

Tubankab - Di tengah arus modernisasi yang kian deras, sekelompok warga dari Desa Penambangan, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, menggagas sebuah gerakan pelestarian budaya dan pemberdayaan ekonomi lokal yang diberi nama  Kawasan Pelestari Jejak Adat dan Rakyat (Kalapijar).

Gerakan ini lahir pada 16 Januari 2025, digagas oleh Dicky Putra Bagus Pradana, pemuda asal Dusun Bogoran, yang melihat adanya kekayaan budaya dan sejarah lokal yang perlahan memudar.

“Kalapijar kami dirikan sebagai ruang kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi, untuk melestarikan budaya serta meningkatkan perputaran ekonomi lokal,” ungkap Dicky kepada reporter tubankab, Selasa (20/05).

Bersama co-founder Didi Riyanto dan diketuai Warsono, Kalapijar dibentuk dengan melibatkan 17 anggota dari masyarakat setempat, mayoritas berasal dari Dusun Cungkup. Mereka membentuk struktur organisasi yang terdiri dari pengawas, pengurus harian, bidang kepariwisataan, ekonomi kreatif, dan humas.

Gerakan ini berfokus pada pelestarian budaya, seni, dan situs sejarah yang ada di wilayah Penambangan, melalui kegiatan seperti pendataan situs, revitalisasi tradisi yang hampir punah, hingga penyelenggaraan acara budaya dan pertunjukan seni. Salah satu inisiatif unggulan Kalapijar adalah Pasar Kawak, sebuah pasar tematik musiman yang digelar pertama kali pada 16 Februari 2025 di kawasan situs Randu Gedhe.

Pasar Kawak menghadirkan nuansa tempo dulu yang kental dengan unsur sejarah dan edukasi budaya. Dari kajian yang dilakukan Kalapijar bersama Teropong Sejarah Tuban, kawasan ini dahulu merupakan jalur sungai besar yang menjadi pusat aktivitas warga. “Budaya pasar di tepi sungai itu dulu bagian penting dari kehidupan masyarakat. Kini kami hidupkan kembali melalui Pasar Kawak,” jelas Dicky.

Di Pasar Kawak, pengunjung dapat merasakan suasana khas masa lampau: bertransaksi dengan uang kepeng, mencicipi kuliner tradisional seperti ketan orean, getuk, cenil, dan es dawet ayu, serta mencoba dolanan anak-anak tempo dulu seperti egrang, dakon, dan yoyo. Tak hanya itu, pertunjukan seni seperti wayang kulit oleh dalang cilik, tarian rakyat, dan pembuatan ampo menambah daya tarik acara ini.

“Pasar Kawak bukan sekadar tempat jual beli, tapi juga sarana mengenalkan kembali jati diri budaya lokal kepada generasi muda,” tegas Dicky. 

Ia percaya bahwa melalui pengalaman langsung yang menyenangkan dan interaktif, nilai-nilai lokal dapat ditanamkan dan dijaga keberlangsungannya.

Setiap penyelenggaraan Pasar Kawak berhasil menarik antara 800 hingga 1.000 pengunjung, sebagian besar berasal dari wilayah Tuban dan sekitarnya. Respon masyarakat terus meningkat, dan Pasar Kawak kini menjadi agenda yang dinantikan banyak pihak.

Harapan Dicky terhadap masa depan Kalapijar pun sederhana namun kuat. “Kami ingin kegiatan ini berdampak nyata bagi masyarakat, terutama warga Dusun Cungkup. Semoga budaya dan situs sejarah kita bisa terus terjaga, dan roda ekonomi masyarakat terus bergerak. Kami juga berharap dukungan dari pemangku kebijakan,” tutupnya.

Dari Dusun Cungkup, Kalapijar hadir membawa nyala baru semangat kebangkitan—menyatukan jejak sejarah, warisan budaya, dan kekuatan masyarakat dalam satu gerakan yang berkelanjutan. (dadang bs/hei)

comments powered by Disqus