Kerajinan Dari Desa Ketambul Mampu Tembus Bumi Cenderawasih, Ini Namanya
- 11 August 2025 16:16
- Yolency
- Umum,
- 22
Tubankab – Di sebuah rumah sederhana di Desa Ketambul, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, terdapat deretan kotak-kotak souvenir rapi yang siap menunggu untuk dikirim ke berbagai daerah. Tidak hanya ke kota-kota besar di Jawa, bahkan sampai Papua.
Ya, itulah rumah usaha kerajinan yang bernama Krawitan Souvenir. Usaha ini bisa berdiri berkat tekad seorang perempuan muda bernama Indra Wiji Murni. Wanita 30 tahun ini mengawali langkahnya dari perbekalan usaha sederhana pada 2018.
Menariknya, nama Krawitan Souvenir memiliki cerita khusus. Indra memilihnya sebagai bentuk kasih sayang kepada adiknya yang merupakan anak dengan kebutuhan istimewa. "Nama ini bukan sekadar merek, tapi identitas yang mengingatkan saya akan keluarga, sekaligus menjadi doa agar usaha ini selalu membawa kebahagiaan," tuturnya.
Kisah usaha ini berawal ketika Indra masih kuliah dan berkunjung ke sebuah kampung pengrajin souvenir di Yogyakarta. Dari pengalaman itu, ia kagum melihat bagaimana seluruh penduduk di kampung tersebut hidup dari kerajinan tangan. Sejak itulah, ia mulai bermimpi membangun usaha serupa di kampung halamannya.
“Tahun 2016 saya sudah bikin akun Instagram untuk souvenir, tapi belum bisa fokus karena masih kuliah. Baru setelah lulus, tahun 2018 saya mulai benar-benar menekuni,” kenangnya kepada awak LPPL Pradya Suara Tuban, Senin (11/08).
Awalnya, produk yang dijual hanya peralatan dari kayu seperti centong dan talenan. Seiring waktu, Krawitan Souvenir berkembang pesat dengan produk impor, seperti mangkok model sakura, botol minum, termos, hingga botol sabun. Keunggulan yang ditawarkan adalah layanan custom box dengan desain yang bisa disesuaikan permintaan pelanggan. Bahkan, desain kemasan sering kali menjadi daya tarik utama bagi pemesan dari luar daerah.
Dalam hal pemasaran, Indra sepenuhnya mengandalkan kekuatan media sosial. Pada awalnya, ia hanya menggunakan Instagram, namun dua tahun terakhir TikTok menjadi kanal promosi paling efektif, meski transaksi tetap dilakukan melalui WhatsApp. Strategi ini terbukti ampuh karena pesanan datang dari berbagai daerah, mulai dari Kalimantan, Jambi, Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Papua.
Tentu saja, perjalanan usaha ini tidak selalu mulus. Indra pernah menerima komplain karena kerusakan barang saat pengiriman akibat kemasan yang kurang aman. Ada pula pesanan yang harus diulang karena hasil cetakan kemasan tidak sesuai. Meski begitu, semua itu ia hadapi dengan penuh kesabaran. “Saya sudah menikmati prosesnya. Tantangan justru membuat saya belajar dan memperbaiki sistem,” ujarnya.
Untuk memenuhi permintaan, produksi dilakukan dengan sistem pre-order. Pesanan dalam kota biasanya selesai dalam 1–2 bulan, sementara luar kota memerlukan waktu hingga 3 bulan. Adapun harga rata-rata produk berkisar Rp5.000–Rp10.000 per unit, dengan ketentuan pembayaran uang muka 50 persen. Tenaga kerja berasal dari keluarga sendiri, yang mengerjakan proses pengemasan secara rumahan.
Meski telah meraih omzet di atas UMR Tuban, Indra belum tergabung dalam komunitas UMKM atau mengikuti pelatihan resmi. Alasannya, ia merasa lebih nyaman memasarkan lewat media sosial daripada hadir di pameran atau forum tatap muka. “Saya orangnya pemalu kalau bertemu banyak orang. Dari rumah, saya bisa menjangkau pembeli lewat TikTok dan Instagram,” katanya sambil tersenyum.
Ke depan, Indra berharap bisa memiliki toko offline dan tempat produksi sendiri. Ia juga berharap pemerintah terus membantu UMKM lewat promosi digital, terutama bagi pelaku usaha yang berada di pelosok desa. “Program seperti ini sangat membantu, apalagi untuk daerah yang jauh dari pusat kota,” imbuhnya.
Bagi anak muda yang ingin merintis usaha, Indra punya pesan sederhana namun penuh makna : “Jalani pekerjaan yang membuat kamu nyaman. Jangan terpengaruh komentar negatif orang lain. Yang penting, terus melangkah tanpa mundur,” tandasnya. (yavid rp/hei)